EXPOSSE.COMI JAMBI – Indonesia sendiri merupakan penyumbang sampah makanan terbesar di dunia, Berdasarkan data dari The Economist Intelligence, tercatat Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah makanan (food loss and waste) terbesar di dunia, selain Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Selain itu, produksi sampah makanan di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Mengutip data Program Lingkungan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) (UNEP), Indonesia menghasilkan 20,93 juta ton sampah makanan setiap tahunnya.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi, melalui Kepala Dinas (Kadis) DLH, Sri Argunaini memaparkan pada Senin (12/9) bahwa, limbah makanan salah satu dari jenis sampah organik yang apabila diproses atau diolah. Melalui ilmu untuk mau belajar dan dipelajari bisa menjadi produk yang bisa bermanfaat.
“Untuk itu para ibu rumah tangga dan masyarakat agar dari awal sudah membiasakan diri untuk memilah sampah dari rumah tangga atau tempat usaha antara sampah organik dan sampah anorganik agar bisa dimanfaatkan kembali atau 3R, Reuous, Reduce dan Reciecle, seperti khususnya makanan”, jelasnya.
Pihaknya menghimbau agar masyarakat mengatur sesuai kebutuhan, jangan sampai berlebihan sehingga dibuang jadi sampah dan limbah. Apa lagi pembuangan sisa makanan tercampur dengan sampah lainnya, maka sampah makanan tidak dapat diolah kembali oleh ahlinya, bisa jadi pupuk organik atau lainnya sesuai dengan teknologinya, jika dibiarkan sampah makanan akan menjadi busuk dan bau, berdampak pada pencemaran dan sumber penyakit karena lalat dan akan hinggap pada makanan tanpa disadari dimakan manusia yang berakibat dapat menimbulkan penyakit.
“Marilah kita menyediakan dan mengolah makanan sesuai kecukupan kebutuhan kita dan apabila ada sisa buanglah pada tempatnya di tempat sampah organik atau benam di sekitar tanaman untuk jadi pupuk kalau sisa makanan berasal dari sayur mayur ya”, himbaunya.
Selanjutnya, melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Provinsi Jambi, Asnelly Ridha menjelaskan, bahwa banyaknya sisa makanan disebabkan oleh beragam faktor seperti, jumlah penduduk yang banyak, sikap yang boros terhadap makanan, pengolahan makanan hingga kebiasaan menyimpan makanan yang kering.
“Kita menghasilkan sampah sisa makanan terbanyak itu bisa karena beberapa faktor, apalagi kita hidup di negara tropis, budaya menyimpan makanan kering seperti cabe kering, asinan bawang dan sebagainya itu tidak berkembang karena bahan-bahan makanan tersebut tersedia sepanjang tahun. Sehingga kalau membusuk tinggal beli saja kembali”, ujarnya saat diwawancarai.
Asnelly juga menjelaskan banyaknya penduduk juga mempengaruhi banyaknya sisa sampah sisa makanan. “Secara general sesuai SNI, setiap orang di indonesia mngahasilkn sampah baik organik dan non organik itu sebanyak 0,5 kilogram per hari. Jadi menghitung potensi sampah rumah tangga per hari didapat dengan rumus begini Populasi penduduk dikalikan dengan 0,5 Kilogram per hari”, jelasnya.
Menurutnya perilaku masyarakat yang mengarahkan pada sikap boros, seperti membeli makanan serta mengolahnya kemudian tidak dihabiskan sebagai penyumbang sampah sisa makanan.
Untuk itulah pihaknya mengajak dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat agar sampah sisa makanan agar bisa dimanfaatkan kembali. Sampah sisa makanan bisa diperoleh dari Limbah Rumah Tangga, Rumah Makan, bahkan Restoran.
“Kami aktif menyampaikn ke masyarakat maupun ke DLH Kabupaten Kota supaya disosialiskan, bahwa mindset mengolah limbah dari sumber nya agar bisa dijadikan kompos padat dan cair atau jadi makanan untuk ikan dan ayam”, imbuhnya.
Tak hanya itu sebagai upaya agar sampah sisa makanan hanya dibiarkan saja, DLH juga mndorong pendirian bank sampah dan TPS3R di setiap desa atau komplek pemukiman masyarakat agar sampah-sampah tersebut menjadi bermanfaat.
“Pengolahan limbah dari sisa makanan dengan menjadikannya kompos. Kompos ini bermanfaat untuk tanaman karna mengandung banyak unsur hara”, jelasnya kembali. (Exp-003)
Discussion about this post