EXPOSSE.COMI JAMBI– Ancaman perambahan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat menjadi salah satu faktor kerusakan hutan yang utama selain ancaman lain dalam bentuk pembalakan, pembukaan jalan dan perburuan.
Pembukaan dan perambahan TNKS dan penyangganya, 65 persen dipicu oleh trend komoditas tanaman kopi yang memiliki nilai ekonomi serta alasan kondisi lahan yang ada tidak lagi menghasilkan (kritis).
Enam desa di Kecamatan Jangkat yaitu, Desa Muara Madras, Renah Alai, Renah Pelan,Pulau Tengah, Koto Renah dan Koto Rawang bersepakat melakukan upaya perlindungan kawasan TNKS dan penyangga melalui pemanfaatan lahan kritis dan reboisasi.
Direktur Yayasan Mitra Aksi, Suparlan Siswo Sudarwo menyebutkan komitmen ini tertuang dalam SK bersama dan peraturan desa. “Ada 36 kelompok tani terdiri dari 656 petani yang bersepakat untuk zona perlindungan dan konservasi penyangga TNKS melalui upaya pertanian organik di lahan kritis. Sudah mendapatkan SK Bupati juga tentang penetapan kawasan organik di Oktober lalu,” jelasnya.
Saat ini masih ada seluas 1.213 hektare lahan kritis yang berada di enam desa di Kecamatan Jangkat. Selama satu tahun seluas 2.193,12 hektare sudah di SK-kan untuk pertanian organik dengan melibatkan petani perempuan sebagai ujung tombak kegiatan.
Parlan menyebutkan, sebelumya kelompok petani perempuan yang tergabung dalam kelompok wanita tani tidak begitu ada kegiatan. Dengan adanya kegiatan bertani organik khususnya di lahan kritis ini terbukti mampu menambah penghasilan keluarga dan menumbuhkan minat dan pengetahuan petani perempuan untuk bertanam sayur dan tanaman holtikultura yang sudah lama ditinggalkan.
“Dibuktikan pertama demplot dilakukan oleh 1 KWT dengan luasan 300 m2 mampu menghasilkan penghasilan kelompok mencapai Rp5.560.000 dan ini akhirnya membuat 7 KWT lain juga ikut mau bertani organik di lahan kritis,” katanya.
Untuk mendukung perlindungan TNKS dan konservasi kawasan penyangganya, kegiatan penanaman bibit agroforestry pada areal lahan kritis juga telah berjalan. Tidak kurang dari 157.000 batang bibit kayu manis, surian, jeruk, dan alpokat telah di tanam di hamparan lahan kritis seluas 1.213 hektare sedang dilakukan. “Kita sudah berdayakan untuk 656 petani melakukan kegiatan pemulihan tersebut,” ujarnya.
Parlan menyebutkan kemampuan pemulihan lahan kritis ini didapatkan petani dengan sekolah lapang yang mereka lakukan setiap satu kali dalam seminggu. Di dalam sekolah lapang, para petani belajar dan meramu sendiri bahan formula untuk menyuburkan tanah.
“Semua bahan-bahannya dari desa mereka, dari lahan kritis itu sendiri. Diantaranya ada daun-daun, abu, semua bahannya tersedia agar tidak ada ketergantungan dari luar untuk menyuburkan lahan kritis ini,” jelas Parlan.
Sekolah lapang yang dilakukan sudah berlangsung sejak dua tahun yang lalu di beberapa desa lainnya, di Desa Muara Madras baru enam bulan yang lalu. Petani bersemangat mengikuti kegiatan tersebut dilihat dari antusias peserta yang bertambah setiap bulannya.
Upaya penyelamatan kawasan TNKS ini mendapatkan dukungan dari TFCA Sumatera yang sudah berlangsung sejak 2011 dan tahun ini ada tiga mitra yang fokus pada landscape tersebut.
Pundi Sumatera sebagai fasilitator wilayah tengah-selatan TFCA Sumatera melakukan upaya monitoring dan sistensi, peningkatan kapasitas dan fasilitasi proses keberpihakan para pihak di areal kerja para mitra.
Direktur Pundi Sumatera, Sutono mengatakan ada tiga mitra yang tahun ini dengan isu penyelamatan TNKS. Yaitu Mitra Aksi, KKI WARSI dan Konsosrium ICS (Sinergitas Hijau).
Tiga mitra itu dengan model kegiatan yang berbeda, KKI WARSI dengan pemanfaatan PHBM melalui peningkatan ekonomi. Mitra Aksi dengan konservasi Berbasis Tataguna lahan pada kawasan TNKS di Merangin. Sementara WARSI di Bungo dan Solok Selatan dan ICS modelnya juga melalui upaya peningkatan pendapatan masyarakat nagari tepi hutan di Solok Selatan juga areal kerjanya.
“Semuanya dengan model yang berbeda dan wilayah yang berbeda namun goalnya tetap pada perlindungan TNKS,” katanya.
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan kawasan penyangganya di Kabupaten Merangin seluas 121.046 Ha, dan 35 persen atau 42,326 hektare berada di dataran tinggi Jangkat merupakan ekosistem penting yang berfungsi sebagai sumber air di daerah hulu dan tempat hidup berbagai jenis flora dan fauna.
Akan tetapi dalam kurang waktu 20 tahun terakhir, di daerah penyangga ini terus mengalami tekanan dari masyarakat setempat maupun pendatang. Tekanan tersebut terjadi dalam bentuk perambahan dan alih fungsi hutan untuk dijadikan lahan pertanian serta perkebunan.
Berdasarkan data Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Sumatera, kawasan ini adalah tempat ideal untuk ratusan flora hingga habitat bagi sejumlah populasi satwa langka. Misalnya harimau Sumatera, gajah Sumatera, badak Sumatera, kijang Sumatera, dan lebih dari 372 jenis burung termasuk 16 jenis burung endemik.
Dari data itu pula diketahui ada 436 desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan kawasan TNKS. Karena itu kawasan ini dinilai amat penting dalam ekosistem di Pulau Sumatera. Hingga tahun 2004, kawasan TNKS telah didaftar masuk World Heritage Site (Situs Warisan Dunia) sebagai Cluster Mountainous Tropical Rainforest Heritage Site of Sumatra (TRHS).(*/rilis)
Discussion about this post