NYARIS tidak ada yang mengingat bahwa setiap tanggal 20 Februari diperingati sebagai Hari Pekerja Nasional. Tidak seperti Hari Buruh (May Day) 1 Mei yang selalu ramai diberitakan dan diperingati dengan berbagai aksi demonstrasi kaum buruh.
Meski sebenarnya Hari Pekerja Nasional merupakan tonggak sejarah pengakuan resmi pemerintah atas eksistensi kaum pekerja di tanah air dalam menumbuhkan jati diri dan meningkatkan kebanggan para pekerja Indonesia. Apalagi penetapan ini berdasarkan surat Keputusan Presiden No.9 tahun 1991, ditandatangani langsung oleh Presiden Soeharto pada masa itu.
Pada tanggal 20 Februari ini juga tepat nya tahun 1973 dibentuk Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI), yang kemudian berubah nama menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) tahun 1985. Dimana sampai hari ini SPSI tercatat sebagai salah satu “Union” yang memiliki anggota terbesar di Indonesia.
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, dijelaskan buruh dan tenaga kerja merupakan hal yang sama. Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.”
Tenaga kerja dikenal sebagai salah faktor utama dalam kegiatan ekonomi, selain faktor modal, sumber daya alam (SDA) dan kewirausahaan. Oleh Mankiw (2014), dijelaskan Standar hidup suatu negara tergantung pada kemampuannya menghasilkan barang dan jasa.”
Bicara mengenai produktivitas, tentu bicara mengenai tenaga kerja sebagai modal bagi gerak ekonomi suatu negara. Labour Supply yang memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian.
Posisi Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar tentu memiliki keunggulan dari ketersediaan tenaga kerja yang besar. Sehingga kebijakan pemerintah untuk mempermudah masuknya pekerja asing dikhawatirkan akan mengambil lahan pekerja lokal.
Meski pemerintah menjelaskan Tenaga Kerja Asing (TKA) diperlukan karena kualifikasi tenaga kerja lokal belum mumpuni untuk mengisi sejumlah jabatan di sektor-sektor tertentu yang dibutuhkan.
Sehingga perizinan TKA ini tentu hanya ditujukan bagi tenaga kerja yang sudah ahli. Tinggal pekerja kasar dan jenis-jenis pekerjaan lain yang bisa diisi oleh Warga Negara Indonesia (WNI), suatu ironi yang menyakitkan sebenarnya.
Ketakutan akan dominasi pekerja asing makin menjadi-jadi setelah data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 98.902 orang TKA tahun 2020. Dari data tersebut TKA asal China menduduki peringkat pertama, yaitu 35.781 orang. atau setara 36,17%. Disusul kemudian dengan Jepang 12.823 orang, Korea Selatan 9.097, India 7.356 orang dan lainnya.
Di sisi lain Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang.
Melihat data tersebut, tentu dibutuhkan pengawasan yang ketat agar tak ada celah bagi TKA untuk mengambil lahan pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan oleh tenaga kerja lokal.
Hal ini sesuai dengan pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Apalagi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga sangat membatasi penggunaan TKA. Jangan sampai pekerja kita menjadi penonton dan negeri sendiri, suatu kondisi yang sebenarnya telah terjadi.
Tentunya di Hari Pekerja Nasional ini masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk melindungi pekerja Indonesia. Termasuk melindungi lahan pekerjaan mereka dari serbuan TKA. Selamat memperingati Hari Pekerja Nasional. Semoga tenaga kerja Indonesia semakin sejahtera. (*)
Penulis adalah Aktivis Federasi SP Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI).
Discussion about this post