KENYATAAN pahit itu tak bisa dipungkiri, bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19.
Sebagai gambaran semester terakhir 2020 saja penurunan pendapatan sektor ini mencapai 84,20 persen, suatu angka yang besar dan berdampak pada pemangkasan tenaga kerja yang dimilikinya. Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020 merilis data pengangguran di Indonesia yang meningkat 2,67 juta jiwa.
Namun kita harus optimis karena sehabis kelamnya malam tentu ada fajar yang akan menyingsing, banyak upaya yang bisa dilakukan untuk menggerakkan UMKM dalam Covid-19.
Tahap pertama tentu saja, bisa dimulai dari tahap penyelamatan, pada tahap ini bantuan ekonomi diberikan kepada masyarakat dan pihak yang terkena dampak Covid-19. Dan ini sudah dilakukan pemerintah secara massal baik pusat dan daerah melalui instrumen APBN, APBD hingga dana desa.
Selanjutnya dari tahap ini diharapkan muncul stabilitas, dimana masyarakat mampu beraktivitas seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan. Secara psikologi ini menimbulkan pergeseran dari ketakutan menjadi kesadaran dan ditandai dengan meningkatnya aktivitas menggunakan bantuan teknologi.
Serta Fase berikutnya adalah tahap recovery, keadaan ketika masyarakat mulai berdamai dengan Covid-19 dan melakukan segala kegiatan dengan pola new normal.
Hanya saja untuk mencapai fase tersebut, UMKM membutuhkan imunitas, perlu ada poin penting yang harus dibangun oleh pelaku UMKM dan pemangku kebijakan terkait.
Poin penting pertama yang selalu menjadi tantangan dalam pengembangan UMKM adalah membangun sistem kelembagaan yang kuat sebagai pondasi utama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti asosiasi atau kelompok usaha. Tergabungnya pelaku UMKM pada suatu kelompok dapat memudahkan perolehan informasi baik dari hulu hingga hilir.
Pada Poin berikutnya yang kedua yaitu penggunaan teknologi. Banyak bukti di berbagai kasus, UMKM yang memasarkan produknya secara daring cenderung tidak mengalami penurunan secara signifikan dan tetap mampu mempertahankan pangsa pasarnya.
Poin terakhir tentu saja diversifikasi produk sebagai upaya agar komoditas yang dihasilkan dapat terserap ke pasar, khususnya produk yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Untuk merealisasikan poin-poin tersebut, diperlukan peran para pemangku kebijakan. Dimulai dari pemerintah, pemberian bantuan kepada UMKM dinilai menjadi salah satu poin penting yang dilakukan untuk menghidupkan kembali UMKM. Hal yang harus disoroti ke depan mengenai pemberian bantuan tersebut yaitu kecepatan, ketepatan, dan prioritas bantuan.
Peran lembaga keuangan untuk meningkatkan inklusi ekonomi terhadap UMKM perlu ditingkatkan. Dimana menurut OJK, manfaat penerapan inklusi keuangan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong proses pemulihan ekonomi nasional, dan mendukung daya tahan ekonomi masyarakat dalam kondisi apapun.
Terakhir tentu adalah peran media. Media dapat meningkatkan gairah perekonomian dengan banyak mengangkat berita-berita tentang UMKM. Selain itu, media juga dapat menginformasikan kepada masyarakat bahwa UMKM tetap berproduksi dan beroperasi selama pandemi.
Terakhir, sebelum kita mencapai tahap pertumbuhan (growth) kembali yaitu tahap dimana ekonomi tumbuh dan pulih, UMKM mampu mencapai tahap pembangunan (development). Suatu kondisi ketika perekonomian sudah membaik dengan berbagai macam aktivitas masyarakat, baik aktivitas ekonomi, kesehatan, pendidikan, maupun sosial budaya. Tentu ini membutuhkan ikhtiar besar dan sikap optimis dari semua pihak, kuncinya tentu koordinasi antara pemangku kepentingan yang terus menerus. INSYA Allah selalu ada harapan. (**)
Penulis adalah Doktor Bidang Ekonomi Unja dan Dosen STIE Jambi.
Discussion about this post