EXPOSSE.COMIJAMBI – Di sebuah desa kecil yang terletak di Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, sebuah perubahan luar biasa sedang terjadi. Desa Sungai Penoban, yang dahulu dikenal dengan lahan gersangnya, kini mulai bertransformasi menjadi contoh sukses dalam pemulihan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Sebanyak 135 petani, yang tergabung dalam tiga kelompok tani hutan (KTH), yakni KTH Hulu Lumahan, KTH Penoban Lestari, dan KTH Mahau Lestari, bersama-sama memulihkan 475 hektar hutan sosial yang sempat terdegradasi.
Dalam dua tahun terakhir, mereka tidak hanya mengandalkan kerja keras, tetapi juga pengetahuan baru yang mereka peroleh melalui pelatihan intensif.
“Kami tidak hanya petani, tapi juga pemelihara hutan,” ujar Eka Karmadi, Ketua KTH Hulu Lumahan. Dengan pelatihan yang diberikan oleh berbagai organisasi, seperti FORTASBI, FONAP, dan Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi, para petani kini mampu mengidentifikasi tanaman yang sehat, memberi perawatan yang tepat, dan menerapkan sistem diversifikasi tanaman untuk meningkatkan hasil bumi mereka.
Keberhasilan para petani ini tidak hanya terlihat dari kehijauan yang mulai kembali muncul, tetapi juga dari semangat dan kebanggaan mereka terhadap hasil yang diperoleh.
Maralohot Lubis, Ketua KTH Penoban Lestari, mengenang masa-masa sulit ketika lahan tersebut masih gersang.
“Dulu, tempat ini gersang sekali. Sekarang, lihatlah, pohon-pohon kopi tumbuh subur, burung-burung berkicau riang. Rasanya seperti kita sedang membangun surga kecil di tengah hutan,” ungkap Maralohot.
Tak hanya kopi yang tumbuh subur, namun juga berbagai tanaman lain seperti kemiri, durian, jengkol, dan pete. Dalam upaya restorasi hutan ini, para petani berhasil menanam 3.643 bibit tanaman di lahan seluas 17 hektar.
Dengan keberagaman tanaman yang ditanam, mereka tidak hanya mengembalikan kehijauan, tetapi juga memperbaiki ekosistem dan menciptakan peluang ekonomi baru.
Kehidupan Satwa Kembali Terjaga
Salah satu hal yang paling membanggakan adalah kembalinya satwa liar ke area rehabilitasi hutan. Jejak-jejak harimau Sumatera dan beruang ditemukan di sekitar kebun kopi yang mereka rawat dengan penuh perhatian. Frengki Sihombing, anggota KTH Penoban Lestari, dengan antusias menceritakan temuan tersebut.
“Saya sering menemukan jejak-jejak harimau Sumatera di sekitar area penanaman,” ujarnya.
Mereka sengaja membudidayakan madu untuk menarik beruang agar mengunjungi area rehabilitasi, yang akhirnya turut mendukung keberagaman hayati.
Frengki percaya bahwa keberhasilan mereka dalam menciptakan habitat yang mendukung kehidupan satwa liar adalah bukti bahwa hutan sosial bukan hanya menguntungkan bagi manusia, tetapi juga bagi alam dan makhluk hidup di sekitarnya.
Dengan langkah kecil ini, hutan sosial di Sungai Penoban telah menjadi rumah bagi berbagai jenis satwa, sekaligus memberikan kehidupan baru bagi masyarakat setempat.
Perempuan Berperan Penting dalam Rehabilitasi Hutan
Pemberdayaan perempuan juga menjadi bagian penting dalam upaya rehabilitasi ini. Di Desa Sungai Penoban, kelompok perempuan turut berperan aktif dalam kegiatan rehabilitasi hutan.
Sebanyak 43 persen bibit yang ditanam berasal dari pembibitan yang dikelola oleh kelompok perempuan. Muhammad Khalil Kayani, Fasilitator Lapangan CAPPA, menjelaskan bahwa kegiatan ini telah mendorong petani untuk lebih aktif menjaga dan melestarikan hutan.
“Kesadaran petani meningkat pesat. Mereka tidak hanya menjaga, tetapi juga merasa memiliki hutan ini,” ujar Khalil.
Keberhasilan ini terlihat jelas dalam perbaikan ekosistem yang tercapai. Tidak ada lagi titik api atau penebangan liar di kawasan ini, yang menjadi bukti nyata dari komitmen dan kolaborasi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan sosial.
Bagi para petani di Sungai Penoban, keberhasilan ini membuka harapan baru untuk masa depan yang lebih cerah. Salah satu hasil nyata dari program kehutanan sosial ini adalah panen kopi yang melimpah.
Aminuddin, Sekretaris KTH Penoban Lestari, sangat optimis terhadap potensi program ini. “Mayoritas anggota kelompok kami berasal dari kalangan menengah ke bawah. Dengan dukungan yang tepat, hasil panen dari kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) ini bisa menjadi penggerak ekonomi yang lebih baik bagi kami,” harap Aminuddin.
Upaya restorasi hutan di Sungai Penoban bukan hanya soal menyelamatkan alam, tetapi juga soal menghidupkan kembali ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Dengan mengelola hutan secara berkelanjutan, para petani telah membuktikan bahwa ekonomi hijau dapat menjadi kunci untuk meningkatkan kesejahteraan sekaligus menjaga kelestarian alam.
Kini, hutan sosial di Sungai Penoban bukan hanya menjadi tempat bernaung bagi flora dan fauna, tetapi juga menjadi harapan baru bagi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat setempat.(*/EXP-001)
Discussion about this post