EXPOSSE.COMIJAMBI – Di tengah ancaman perubahan iklim dan pemanasan global, Kabupaten Tebo, Jambi, menjadi salah satu daerah yang bergerak aktif membangun kesadaran lingkungan melalui sektor pendidikan.
Salah satu contoh nyata adalah program Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang diintegrasikan ke dalam kurikulum lokal, didukung oleh WWF Indonesia dan kebijakan pemerintah setempat.
Program ini dilaksanakan di tujuh sekolah di Kecamatan Sumay, dengan fokus memberikan pelatihan kepada kepala sekolah, guru, komite sekolah, hingga masyarakat. Buku dan modul pembelajaran ESD (Environmental Sustainable Development) menjadi pedoman yang dirancang khusus untuk siswa tingkat SD dan SLTP.
Di SMP Negeri 43 , Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, pembelajaran tentang pemanasan global menjadi bagian penting dalam kurikulum. Mustakim, guru PLH sekaligus Pembina Pramuka, memiliki peran besar dalam menyampaikan materi ini.
Dengan alat peraga yang di buat sendiri, Mustakim memberikan pemahaman mendalam kepada para siswa tentang penyebab dan dampak pemanasan global.
“Anak-anak sangat antusias. Mereka membuat kelompok, berdiskusi tentang faktor-faktor yang menyebabkan pemanasan global, seperti kebakaran hutan, polusi, dan penebangan pohon,” ujar Mustakim yang juga masih berstatus tenaga Honorer di sekolah tersebut.
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang diterapkan di Kabupaten Tebo mengalami perubahan signifikan. Menurut Mustakim, perubahan ini merujuk pada Surat Keputusan (SK) Bupati yang menjadi landasan utama pelaksanaan program tersebut.
Dengan dasar hukum ini, Pendidikan Lingkungan Hidup dirancang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap pentingnya menjaga lingkungan. Program ini diharapkan mampu menciptakan pola pikir baru yang lebih peduli terhadap kelestarian alam dan lingkungan di Kabupaten Tebo.
Sebagai tenaga pendidik yang peduli lingkungan, Mustakim ingin menanamkan kesadaran sejak dini kepada siswa bahwa mereka adalah generasi yang bertanggung jawab menjaga bumi.
“Saat saya masih kecil, udara jauh lebih sejuk. Sekarang, tidur saja harus pakai kipas angin. Ini bukti bahwa lingkungan kita berubah drastis. Saya ingin anak-anak ini mengerti bahwa mereka bisa membuat perbedaan,” tuturnya.
Pendekatan praktis yang dilakukan Mustakim membuat pembelajaran terasa hidup. Salah satu kegiatan yang menarik adalah praktik pengelolaan sampah dan penghijauan.
“Kami pernah punya kebun kecil untuk pembibitan pohon ceri. Itu bagian dari edukasi anak-anak agar mereka mengerti pentingnya menanam pohon sebagai salah satu solusi mengurangi dampak pemanasan global,” katanya.
Selain itu, siswa juga belajar tentang pengelolaan sampah dengan turun langsung ke lapangan. Materi ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga melibatkan tindakan nyata, seperti memilah sampah organik dan anorganik, serta menanam pohon di lingkungan sekolah.
Fitri Aritonga, salah satu siswi SMPN 43 Tebo, mengungkapkan bahwa dampak pemanasan global sudah mulai dirasakan. “Cuaca semakin panas, kebakaran hutan sering terjadi, dan asapnya sangat mengganggu,” tuturnya.
Melalui program ini, siswa tidak hanya belajar tentang pemanasan global, tetapi juga diajak menjadi agen perubahan di lingkungan mereka masing-masing. Dengan dukungan silabus yang dirancang oleh WWF Indonesia dan keterlibatan aktif guru seperti Mustakim, pendidikan di Kabupaten Tebo membuktikan bahwa sekolah dapat menjadi titik awal perubahan besar untuk pembangunan berkelanjutan.
Mustakim berharap generasi muda ini tumbuh dengan kesadaran tinggi akan pentingnya menjaga bumi.
“Mereka adalah harapan kita. Jika sejak sekarang mereka peduli lingkungan, masa depan kita akan jauh lebih baik,” tutupnya.
Melalui program ini, siswa tidak hanya belajar tentang pemanasan global, tetapi juga diajak menjadi agen perubahan di lingkungan mereka masing-masing.(IMG)
Discussion about this post