EXPOSSE.COMIJAMBI – Di tengah hamparan hijau yang menyejukkan, SDN 67 Muara Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, menyajikan pemandangan yang asri.
Sekolah ini tak hanya sekadar tempat belajar, tetapi juga menjadi cerminan harmonisasi antara manusia dan alam. Dikelilingi oleh Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), sekolah ini menghadirkan suasana adem yang diwarnai oleh tawa ceria anak-anak.
Mereka bermain di halaman sekolah dengan permainan tradisional seperti gasing, menghidupkan kembali warisan budaya yang mulai terkikis zaman.
Mereka melemparkan gasing ke lingkaran kecil dengan teknik yang membutuhkan ketelitian, menghasilkan tawa ceria yang menggema ke seluruh sudut sekolah.
Namun, SDN 67 Muara Sekalo bukan sekadar sekolah asri biasa. Tempat ini adalah wadah inovasi pendidikan lingkungan hidup (PLH) yang berakar pada kearifan lokal. Program ini bertujuan menanamkan cinta lingkungan dan budaya sejak dini, dengan harapan siswa menjadi penjaga alam dan tradisi yang ada.
Belajar dari Alam, Belajar untuk Hidup
Salah satu program unggulan sekolah ini adalah pembelajaran yang berbasis kearifan lokal. Anak-anak diajarkan berbagai keterampilan tradisional seperti menganyam tikar dari pandan, membuat kunju (wadah dari rotan untuk memetik hasil ladang), dan alat-alat rumah tangga lain dari rotan.
Jari-jari kecil mereka terlihat terampil, mempraktikkan warisan budaya yang diwariskan oleh generasi sebelumnya.
Tak ketinggalan, musik tradisional juga menjadi bagian dari pembelajaran. Alat musik kelentang, yang menyerupai gambang namun berbahan kayu, diajarkan langsung oleh sesepuh desa seperti Nyai Minah dan Nyai Kasah.
Meski kini para pengajar sepuh telah tiada, semangat mereka terus hidup dalam hati para siswa. Bahkan, kelentang kerap dimainkan dalam acara resmi seperti peringatan hari jadi Kabupaten Tebo atau perayaan panen.
“Para siswa disini diajarkan langsung memainkan kelentang oleh Nyai Minah, Nyai Kasah dan beberapa nyai yang merupakan sesepuh di daerah sini. Namun sangat disayangkan, bahwa para pengajar sepuh ini telah wafat baru-baru ini,” jelas Tuti Alawiyah yang merupakan guru kesenian.
Melestarikan Lingkungan dan Budaya Lokal
Sejak 2018, SDN 67 Muara Sekalo telah menerapkan PLH secara intensif. Salah satu fokusnya adalah pembelajaran tentang pentingnya menjaga hutan dan memahami flora serta fauna di sekitar mereka. Sekolah ini bahkan memiliki “hutan sekolah” yang berfungsi sebagai tempat konservasi tanaman endemik seperti kudok biawak, sentul, tampoy, kasay, dan bedaro.
Para siswa juga diajarkan membuat pupuk kompos dari sampah organik dan kotoran gajah yang diperoleh dari Pusat Informasi Konservasi Gajah (PIKG) terdekat. Pupuk ini digunakan untuk menyuburkan berbagai tanaman yang mereka tanam sendiri di sekitar sekolah, seperti kangkung, kencur, bayam, dan jahe merah.
Aktivitas ini tak hanya melatih kemandirian, tetapi juga menanamkan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. Para siswa diajarkan untuk memahami seni merawat tanaman dengan penuh perhatian.
Mulai dari menyiram hingga memberikan pupuk, setiap langkah memiliki aturan tersendiri yang harus diikuti. Menariknya, aktivitas menyiram pun tidak dilakukan sembarangan. Ada perbedaan cara menyiram sayuran dengan tanaman seperti kencur, yang masing-masing membutuhkan pendekatan unik. Pengetahuan ini membuat anak-anak tak hanya sekadar menanam, tetapi juga memahami kebutuhan tanaman.
Kantin Sehat, Tanpa Plastik
Kesadaran lingkungan tidak hanya diajarkan melalui teori, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. SDN 67 Muara Sekalo memiliki kantin sehat yang bebas dari kemasan plastik. Siswa sudah terbiasa membawa wadah makan dan minum pribadi, menciptakan lingkungan sekolah yang bersih tanpa sampah plastik.
Kerja sama antara sekolah, pemerintah desa, dan perusahaan sekitar terus dilakukan untuk mendukung keberlanjutan program ini. Juanda, Ketua Forum Sekolah Muara Sekalo, menjelaskan bahwa forum sekolah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendukung pembangunan sekolah, terutama di wilayah yang masih tertinggal. Dana desa juga dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan pangan melalui program bercocok tanam di sekolah.
Menghadirkan Pendidikan Menyenangkan
Sarjoni, Kepala SDN 67 Muara Sekalo, menyampaikan bahwa semua pembelajaran dirancang sesuai dengan Kurikulum Merdeka. Program ini menitikberatkan pada eksplorasi potensi lokal dan pengembangan proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5).
“Kami ingin mewujudkan pendidikan yang menyenangkan dan ramah anak, dengan tetap menanamkan kecintaan terhadap budaya lokal,” ungkapnya.
Melalui PLH, para siswa tidak hanya belajar di kelas, tetapi juga terjun langsung ke alam untuk memahami potensi daerah mereka.
WWF Dorong Pendidikan Lingkungan Berkelanjutan di Tebo
Pendidikan memainkan peran penting dalam pembangunan berkelanjutan, dan hal ini terbukti melalui program yang mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup (Environmental Sustainable Development atau ESD) ke dalam kurikulum lokal di tujuh sekolah di Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo.
Program ini mencakup sekolah-sekolah seperti SDN 167 Suo-suo, SDN 88 Suo-suo, SMP 43 Suo-suo, SDN 67 Muara Sekalo, SDN Kelas Jauh Muara Sekalo, SDN 129 Semambu, dan SMP Satu Atap Semambu.
Selain pengajaran di kelas, pelatihan bagi kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan masyarakat juga dilakukan untuk meningkatkan kesadaran kolektif dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Buku dan modul pembelajaran ESD telah diterbitkan untuk menjadi pegangan bagi guru dan siswa di tingkat SD dan SLTP, sehingga pembelajaran tentang lingkungan menjadi lebih terstruktur dan efektif.
Nazli Herimsyah, Koordinator Project Executant Landscape Bukit Tigapuluh WWF Indonesia, menjelaskan bahwa SDN 67 Muara Sekalo telah menjadi contoh nyata bagaimana sebuah sekolah mampu mengintegrasikan dan menerapkan praktik lingkungan berkelanjutan secara mandiri.
“Kami berharap keberhasilan ini tidak hanya berdampak pada lingkungan sekolah, tetapi juga menginspirasi perubahan perilaku positif di tingkat keluarga dan masyarakat desa”, ujarnya.
SDN 67 Muara Sekalo menjadi contoh bagaimana pendidikan dapat menjadi alat untuk melestarikan lingkungan dan budaya. Dengan memadukan pembelajaran akademik, kearifan lokal, dan pelestarian lingkungan, sekolah ini bukan hanya mencetak generasi yang cerdas, tetapi juga bijak dalam menjaga bumi dan budayanya. (IMG)
Discussion about this post