EXPOSSE.COMIJAMBI – Komunitas lingkungan Sahabat Alam Jambi menggelar seminar sehari bertajuk Pemkot Jambi Mendengar, Rabu, 14 Mei 2025, di Griya Mayang, Rumah Dinas Wali Kota Jambi. Mengangkat tema “Model Kolaborasi Penanganan Banjir”, kegiatan ini menjadi ruang dialog strategis antara pemerintah, akademisi, komunitas, dan masyarakat sipil.
Wali Kota Jambi, Maulana, hadir langsung sebagai pembicara utama. Dalam paparannya, ia menjelaskan berbagai strategi konkret dan arah kebijakan jangka panjang yang tengah digalakkan Pemkot untuk menangani banjir. Maulana menyebut penanganan banjir tidak cukup ditangani dari aspek teknis semata, melainkan membutuhkan kolaborasi lintas sektor serta kesadaran ekologis masyarakat.
“Saya menyambut baik inisiatif ini. Forum seperti ini penting untuk membangun kesalingpahaman, mempertemukan data teknis dengan suara warga,” ujar Maulana.
Ia menekankan bahwa Pemkot saat ini tengah menjalin sinergi dengan berbagai pihak, termasuk Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, Pemerintah Provinsi Jambi, hingga Kabupaten Muaro Jambi. Koordinasi ini ditujukan untuk menyelesaikan persoalan lintas kewenangan, seperti revitalisasi sungai dan pembangunan kolam retensi.
Program normalisasi sungai dan perbaikan drainase sepanjang 28,4 kilometer juga tengah dikebut dalam 100 hari kerja. Sejumlah kawasan padat penduduk, seperti Jalan H. Juanda dan Kimaja, menjadi prioritas.
“Ini bukan janji, tapi aksi. Kita selesaikan satu per satu,” tegas Maulana.
Ia juga memaparkan arah jangka panjang berdasarkan Masterplan Penanganan Banjir Kota Jambi 2024, yang meliputi pembangunan Penampung Air Hujan (PAH) di permukiman, pembangunan kolam retensi di empat lokasi strategis, hingga penataan ulang sungai agar mampu menampung debit banjir ekstrem Q25.
“Sungai-sungai kita harus didesain ulang. Kalau terus bermain di debit Q2, setiap hujan ekstrem kita akan kewalahan,” ungkapnya.
Maulana juga menyinggung soal pentingnya penegakan aturan sempadan sungai dan menertibkan bangunan liar yang berdiri di tepian sungai. Ia menegaskan penataan ruang harus dikembalikan pada fungsinya.
“Ini bukan soal menggusur, tapi menyelamatkan kota,” katanya.
Kolaborasi dengan mitra internasional juga menjadi bagian dari strategi besar yang dijalankan Pemkot. Maulana menyebut pihaknya tengah membangun kerja sama dengan Temasek Polytechnic Singapore dalam pengelolaan air berbasis pengetahuan.
“Langkah ini adalah upaya menuju tata kelola banjir yang modern dan berbasis ilmu pengetahuan,” sebutnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana, Muhtadi Putra Nusa, menyampaikan bahwa penyelenggaraan seminar ini lahir dari keprihatinan bersama atas meningkatnya intensitas banjir di Kota Jambi. Menurutnya, forum ini menjadi ruang penting untuk merumuskan solusi sistemik, bukan hanya reaktif.
“Sebagai komunitas yang konsisten mendorong kesadaran lingkungan, kami menilai perlu adanya ruang dialog terbuka antara masyarakat dan pemerintah,” ujarnya.
Ketua Sahabat Alam Jambi, Jefri, menambahkan bahwa forum ini juga bertujuan membangun pemahaman bersama. Menurutnya, banyak kerja-kerja teknis Pemkot dalam penanganan banjir yang belum terkomunikasikan dengan baik ke masyarakat. Padahal, kata dia, partisipasi publik adalah elemen krusial.
“Banjir bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga soal kebiasaan dan kesadaran kolektif,” ujar Jefri.
Ia menilai pendekatan pembangunan berbasis komunitas yang dijalankan Pemkot merupakan arah yang tepat, dan perlu terus diperkuat lewat forum-forum seperti ini.
Forum ini dihadiri berbagai pihak, mulai dari unsur pemerintah, akademisi, komunitas, hingga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Sejumlah narasumber turut memberikan perspektif, antara lain dari Universitas Jambi, BWSS VI, Dinas PUPR Provinsi Jambi, serta para ahli tata ruang dan lingkungan.
Kegiatan ini diakhiri dengan seruan bersama untuk membangun kerangka kerja kolaboratif dalam penanganan banjir Kota Jambi. (*/EXP-001)
Discussion about this post