RENCANA pemerintah dan sebagian besar partai politik yang menginginkan pilkada serentak digelar tahun 2024, dinilai akan mempersempit karier kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023 akan terhenti. Hal ini bisa dinilai memutus karier dan peluang kepala daerah yang berprestasi untuk maju kontestasi di level nasional.
Pada 2020 pemerintah tidak mau ada pelaksana tugas yang menjabat bersamaan di 279 wilayah ketika menyelenggarakan Pilkada 2020 kemarin, namun argumen yang sama tidak berlaku lagi untuk melakukan normalisasi trayek pilkada serentak di tahun 2022 dan 2023.
Dalam konteks demokrasi yang sedang tumbuh, pilkada dinormalkan atau tidak pada Pemilu 2024, banyak hal yang akan membuat penyelenggara pemilu keteteran serta berpotensi menimbulkan korban lebih banyak daripada Pemilu 2019.
Rencana revisi Undang-undang Pemilu Nomor 7/2017 dan UU Pilkada Nomor 10/2016 ikut menyeret nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Sebab jika tanpa revisi, dipastikan Pilkada DKI Jakarta 2022 akan digeser bersamaan dengan pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2024 nanti.
Namun hal yang sama akan dialami oleh Gubernur daerah lainnya seperti Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil dan juga Khofifah Indar Parawansa serta ratusan Para Kepala Daerah lain akan melemah dikarenakan tidak lagi mempunyai panggung politik.
Diketahui, lebih dari separuh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menarik langkahnya dari pengajuan revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Penyelenggaraan pemilu pun besar kemungkinan akan dilaksanakan mengikuti regulasi, yakni pada 2024 mendatang sebab mayoritas fraksi di parlemen menolak RUU Pemilu meskipun telah masuk dalam Prolegnas 2021.
Lalu gimana nasib politik para “raja kecil” di daerah jika pilkada dilaksanakan tetap 2024? Tentu saja ada sisi positif dan negatifnya, baiknya mereka bisa melakukan konsolidasi kekuatan karena memiliki waktu dan fokus, dan negatifnya ya itu tadi kehilangan momentum dan mungkin juga sumberdaya. Andai bisa memilih saya menginginkan pilkada kembali 2022 dan 2024, namun posisi kita bukan memilih, hanya bisa bersuara.
Meski demikian yakinlah bagaimanapun politik itu penuh kejutan, dalam kurun waktu jelang 2024 siapa tahu akan muncul figur baru, tidak hanya di nasional tapi juga di daerah. Kita tunggu saja akhir dari drama ini. Salam.
Discussion about this post