EXPOSSE.COMIJAMBI – Pagi baru saja menyapa ketika Tunidi, seorang petani kopi dan karet, melangkah keluar dari rumahnya di Desa Semambu, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi.
Di tengah kabut tipis yang menyelimuti Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), ia memulai rutinitasnya dengan penuh semangat.
Tangannya cekatan memetik buah kopi merah ranum sambil memastikan pohon-pohon karet di kebunnya tetap bersih dari dedaunan kering.
Namun, bagi Tunidi, bercocok tanam bukan hanya soal panen dan hasil. Ada tantangan unik yang ia hadapi: berbagi ruang hidup dengan gajah liar.
Tunidi, pria berusia 37 tahun, memilih menjalankan sistem agroforestri dengan mengombinasikan kopi dan karet di lahan pertaniannya. Pilihan ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, kopi bukanlah tanaman yang disukai oleh gajah, berbeda dengan sawit yang kerap menjadi sasaran hewan besar itu.
“Kopi bisa melindungi lahan karet dari jamur akar putih dan membuatnya lebih bersih. Selain itu, gajah juga tidak suka tanaman kopi, jadi ini cara kami untuk bisa berdampingan dengan mereka,” ungkap Tunidi dengan senyum tipis.
Untuk menghindari dari serangan nyamuk di kawasan ini ada cerita lain. Tunidi punya trik sederhana, ia mengikat sebuah kaleng kecil ke pinggangnya, di mana obat nyamuk bakar diletakkan. Asap dari kaleng itu cukup efektif mengusir serangga-serangga pengganggu.
Tunidi memiliki cara unik dalam membudidayakan kopi di kebunnya. Awalnya, ia menanam bibit kopi liberika yang terkenal tahan terhadap serangan jamur akar putih. Setelah pohon kopi tumbuh, ia memotong batangnya di bagian tengah dan menyambungnya dengan pohon kopi robusta.
“Liberika itu tahan terhadap jamur akar putih, makanya saya sambung dengan pohon kopi robusta. Hasilnya jadi lebih tahan terhadap hama, tapi kualitasnya tetap robusta,” jelas Tunidi.
Hasil inovasi ini ternyata membuahkan kopi robusta yang tidak hanya sehat, tetapi juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Saat ini, 1 kilogram biji kopi robusta yang sudah dikeringkan dihargai Rp 50.000, sedangkan buah kopi merah dihargai Rp 10.000 per kilogram.
Tunidi merupakan anggota Kelompok Tani Harapan Jaya yang berkolaborasi bersama dengan WWF. Bibit kopi pertama yang ditanamnya berasal dari bantuan organisasi tersebut.
Dalam prosesnya, Tunidi dan kelompoknya menyadari pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Meskipun hasil panen kopi mereka belum dijual secara luas, Tunidi optimis dengan masa depan. Ia berharap ke depannya agroforestri ini dapat meningkatkan pendapatan keluarganya sekaligus menjaga ekosistem TNBT.
“Kopi ini bukan cuma soal hasil, tapi juga bagaimana kami bisa hidup berdampingan dengan gajah dan menjaga lingkungan,” tuturnya penuh harap.
Menurut Tunidi, menanam kopi di antara pohon karet memiliki banyak keuntungan. Selain menghalau jamur akar putih pada karet, kopi juga membantu melindungi lahan dari angin kencang. Kombinasi ini menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat untuk kedua tanaman.
“Kopi juga mampu menjadikan lahan karet kita menjadi lebih bersih dan tidak lembab”,ujarnya.
Kini, dengan pohon karetnya yang telah berusia 10 tahun, Tunidi semakin yakin bahwa langkahnya mengadopsi sistem agroforestri adalah keputusan yang tepat.
“Kalau kopi terus ditanam, saya yakin penghasilan kami akan lebih baik,” katanya.
Meski perjalanan masih panjang, Tunidi tidak gentar. Ia percaya bahwa kopi adalah solusi yang menjanjikan, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga untuk menjaga keberlangsungan alam.
Dengan semangat yang terus menyala, ia melanjutkan langkahnya sebagai petani agroforestri, menghadapi tantangan dengan tangan terbuka dan hati penuh harapan.
Untuk di ketahui, agroforestri adalah sistem pengelolaan lahan yang mengombinasikan penanaman pohon dengan tanaman pertanian dan/atau peternakan dalam satu lahan yang sama. Tujuan utama dari agroforestri adalah meningkatkan produktivitas, keberlanjutan, dan keberagaman ekosistem pertanian dengan memanfaatkan interaksi positif antara komponen kehutanan dan pertanian.(IMG)
Discussion about this post